Gula alami memiliki kadar nutrisi dan
mengandung kalori hingga mencapai 4 kal/gram. Termasuk dalam jenis ini
adalah gula yang terdapat pada buah-buahan, madu, sirop dan gula
pasir/gula jawa. Rasa manis pada gula alami disebabkan oleh senyawa
fruktosa, glukosa, sukrosa, xylitol dan gula alkohol (sorbitol dan
manitol) yang ada di dalamnya. Konsumsi gula alami yang tidak dibatasi
dapat membahayakan penderita diabetes karena meningkatkan kadar glukosa
dalam darah. Untuk mendapatkan rasa manis tanpa menambah kalori dan
menaikkan glukosa darah, manusia telah menciptakan berbagai produk gula
buatan (sintetis)
Sebuah studi intervensi menunjukkan
bahwa pemanis buatan tidak membantu mengurangi berat badan bila
digunakan sendirian.Indeks massa tubuh (BMI) tidak berkurang setelah 25
minggu diet dengan pemanis buatan pada 103 remaja dalam uji coba
terkontrol secara acak, kecuali di antara para peserta terberat.
Pemanis buatan memang berkalori rendah
atau bahkan tidak berkalori sama sekali (non-kalori). Secara logika
sederhana, hal itu berarti membuat mereka menjadi pengganti gula yang
baik. Anda tetap dapat mengonsumsi aneka makanan yang manis tanpa perlu
khawatir kelebihan kalori. Pemanis buatan melindungi Anda dari
kegemukan. Ternyata tidak.
Bukti epidemiologi di Amerika Serikat,
negara yang memelopori konsumsi pemanis buatan, menunjukkan hal
sebaliknya. Seiring dengan meluasnya penggunaan pemanis buatan–seperti
aspartam dalam Diet Coke dan sukralosa dalam Pepsi One—
persentase penduduk AS yang mengalami obesitas juga meningkat. Berbagai
penelitian eksperimental menunjukkan bahwa memang ada kaitan antara
pemanis buatan dan kenaikan berat badan.
Membingungkan otak
Pemanis bebas gula seperti sakarin,
aspartam, siklamat, sukralosa, dan lainnya secara paradoks justru
meningkatkan hasrat makan secara berlebihan dengan membingungkan otak.
Dengan memonitor perubahan di otak, para
ilmuwan telah menemukan bahwa otak bereaksi secara berbeda terhadap
pemanis buatan dan gula pasir. Setelah mengonsumsi pemanis buatan, otak
manusia akan menafsirkan rasa manis secara berbeda, menyebabkan reaksi
yang juga berbeda.
Erin Green dan Claire Murphy dari University of California, San Diego dan San Diego State University merekrut
24 orang dewasa muda yang sehat untuk tes pemindaian otak. Setengah
relawan secara teratur mengonsumsi soda diet, paling tidak sekali
sehari. Setengah lainnya jarang atau tidak pernah mengonsumsi minuman
tersebut. Sementara pemindaian otak dilakukan, para peneliti memasukkan
sedikit air berpemanis sakarin atau gula (sukrosa) secara acak ke dalam
mulut setiap relawan.
Baik peminum maupun non-peminum soda
diet sama-sama melaporkan rasa manis yang menyenangkan dan intens.
Namun, daerah otak yang berpendar saat mereka memberikan penilaian
sangat berbeda, tergantung apakah mereka peminum atau bukan.
Otak biasanya mengaitkan rasa manis
dengan kadar kalori untuk membantu mengatur asupan energi. Ketika kita
berpuasa, misalnya, otak akan memotivasi kita untuk berbuka dengan yang
manis-manis karena memiliki kalori yang diperlukan tubuh. Dalam kasus
soda diet, ternyata rasa manis tidak terkait dengan kalori. Hal ini
membuat otak bingung dan merasa “tertipu”. Setelah tertipu, sensor manis
otak tidak lagi dijadikan alat ukur yang dapat diandalkan untuk
mengatur konsumsi energi. Otak akan mengabaikan rasa manis dalam
memprediksi kandungan energi dari makanan.
Asupan Kalori Berlebih
Pengabaian otak ini, yang terjadi pada
peminum soda diet, memiliki korelasi langsung dengan peningkatan risiko
obesitas. Setelah terbiasa mengonsumsi pemanis buatan, otak tidak lagi
mengaktifkan reseptor manis. Anda dapat mengonsumsi makanan yang manis
(bahkan yang berkalori tinggi) dalam jumlah banyak, tanpa ada perintah
otak untuk berhenti karena kebanyakan kalori. Selain itu, pemanis buatan
membingungkan kemampuan otak untuk mengambil kalori atau energi
darinya, menyebabkan Anda untuk tetap terus mengonsumsinya melampui
ambang kenyang. Konsumsi makanan dan minuman secara berlebihan inilah
yang berkontribusi terhadap kenaikan berat badan.
Temuan ini menguatkan kesimpulan dari
penelitian sebelumnya pada hewan. Tikus yang diberi suplemen sakarin
secara signifikan mengalami pertambahan berat badan dan lemak tubuh yang
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberi
glukosa.
Silahkan baca juga : Tips Sehat Ibu Hamil dengan Diabet
Anda menderita Diabetes Kronis ? , Silahkan Klik Link berikut untuk mengetahui testimoni :
Gak Perlu amputasi , Aku Sembuh dari Diabetes berkat Bioalpha.
Gak Perlu amputasi , Aku Sembuh dari Diabetes berkat Bioalpha.
Posting Komentar untuk "Pemanis Buatan Dapat Meningkatkan Berat Badan"